Aktivitas Detektif Swasta yang Aman dan Tidak Melanggar Hukum

Ilustrasi detektif swasta Indonesia. (Freepik)

amansentosa.com – Jasa detektif swasta banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang, terutama terkait masalah rumah tangga dan pernikahan yang sering menjadi perhatian masyarakat.Namun, selain itu, detektif swasta juga memberikan layanan terkait bisnis, seperti membantu manajemen dalam pengumpulan data perusahaan untuk strategi bisnis atau menangani kasus pidana perusahaan.

Untuk memahami lebih lanjut mengenai aktivitas detektif swasta, dapat dilihat dari jenis permintaan yang biasanya diterima dari klien.
Detektif swasta yang terlibat dalam masalah perkawinan sering diminta untuk menyediakan bukti berupa foto, rekaman video, dan suara dalam format softcopy dan hardcopy.

Dalam kasus perceraian, bukti yang diperoleh dari detektif swasta sering digunakan sebagai dasar untuk gugatan cerai di pengadilan. Namun, penting bagi klien untuk bijak dalam menyebutkan asal usul bukti tersebut, seringkali lebih baik tidak menyebutkannya berasal dari detektif swasta.

Baca Juga: “The Life of Private Investigator”, Refleksi Hidup Jubun Jalani Profesi Detektif Swasta di Indonesia

Aktivitas Penyelidikan yang Diperbolehkan

Rekaman Video

Jika rekaman video dilakukan secara diam-diam, maka harus dilihat apakah perbuatan ini melanggar hukum atau tidak. Menurut Josua Sitompul, S.H., dalam artikel “Bolehkah Merekam Suatu Peristiwa Secara Sembunyi-Sembunyi?“, suara atau peristiwa yang direkam dalam satu tape recorder atau kamera bukanlah data elektronik, informasi elektronik, atau dokumen elektronik.

Kamera atau tape recorder tersebut merekam peristiwa atau suara dengan mengubahnya menjadi informasi dan dokumen elektronik.

Oleh karena itu, perekaman terhadap peristiwa nyata secara langsung dengan menggunakan kamera yang dimaksud bukanlah termasuk dalam pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam sistem hukum di Indonesia belum ada pengaturan yang tegas apakah perekaman suara atau peristiwa tersebut harus dilakukan berdasarkan persetujuan kedua belah pihak atau cukup salah satu pihak saja. Sehingga untuk masalah ini dapat diambil kesimpulan bahwa adanya persetujuan dari salah satu pihak sudah cukup menjadi dasar untuk melakukan perekaman yang dimaksud.

Memotret Target Secara Diam-Diam

Pada dasarnya, tidak ada ketentuan perundang-undangan yang melarang seseorang memotret orang lain. Yang diatur adalah penggunaan potret orang lain untuk kepentingan reklame atau periklanan secara komersial, yang memerlukan persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya. Jadi hal ini sah-sah saja dilakukan.

Baca Juga: “The Life of Private Investigator”, Refleksi Hidup Jubun Jalani Profesi Detektif Swasta di Indonesia

Area Abu-abu: Pengintaian

Dalam praktek menjalankan profesi ini, ada aktivitas yang dianggap sangat beresiko namun sebenarnya bisa diatasi dengan pengetahun hukum sang detektif. Salah satunya adalah pengintaian. Ada yang mengatakan pengintaian akan beresiko bila target mengetahui lantaran ia akan bisa melaporkan sang detektif dan menuntut.

Namun bagi detektif yang memiliki pengetahuan hukum, ia akan mencoba mencari alasan dengan menanyakan atau meminta buktinya kalau dia membuntuti sang target. Sang detektif juga bisa beralasan bila ia berada di tempat dan lokasi yang sama dengan target secara kebetulan.

“Sebenarnya cukup berbahaya dan punya risiko tinggi baik terhadap diri sendiri atau petugasnya maupun klien yang memberi tugas. Kegiatan merekam atau memata-matai seseorang itu sangat dilarang karena menyangkut privasi seseorang dan mencuri data tanpa izin atau hak selain petugas kepolisian bisa dikenakan UU ITE,” jelas Aipda Agung, salah satu penyidik kepolisian asal Polresta Pontianak, Kalimantan Barat yang dikenal dengan akun sang detektif.

Baca Juga: Kisah Penyelidikan Termahal Detektif Jubun: Melacak Jejak Target Kasus Skema Ponzi hingga Negeri Singa

Aktivitas yang Melanggar Hukum

Menyadap dan Merekam Pembicaraan Telepon

Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi secara jelas mengatur bahwa orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun. Yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan informasi dengan cara tidak sah.

Jadi, penyadapan adalah tindakan yang dilarang oleh hukum. Namun, terdapat beberapa kegiatan perekaman yang tidak termasuk dalam pelanggaran Pasal 40 UU Telekomunikasi, seperti perekaman pemakaian fasilitas telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna jasa telekomunikasi atas permintaan pengguna jasa telekomunikasi.

Memasuki Properti Orang Tanpa Izin

Jika PI/detektif swasta memasuki properti (misalnya rumah) milik orang yang menjadi target tanpa izin, maka bisa dipidana berdasarkan Pasal 167 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang huisvredebreuk atau pelanggaran hak kebebasan rumah tangga.

Meretas Surel Seseorang/Ilegal Acess

Meretas email orang lain merupakan tindakan yang dapat dipidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Nah, jadi selama aktivitas atau metode penyelidikan yang aman dan tak melanggar hukum, pekerjaan sebagai detektif swasta tak dianggap ilegal.

Open chat
Hallo 👋
Ada yang dapat kami bantu?